Sebelum membahas mengenai judul posting kali ini, saya ingin mengucapkan
selamat kepada pembaca semuanya karena mungkin anda adalah salah satu petani
pelopor yang berani (bukan berspekulasi) untuk melakukan perubahan kearah yang
lebih baik dalam sistem tanam yang telah ada di indonesia. Apalagi saat posting
ini saya tulis bertepatan dengan persiapan musim tanam (musim penghujan/MP).
Baik mari kita mulai pembahasan tentang Panen Padi Meningkat Dengan Pola Tanam
SRI.
Sudah tahu semua
kah apa itu SRI...?
SRI merupakan sistem pola tanam (padi) yang dilakukan secara intensif
dengan menitik beratkan pada proses pembenihan, pengolahan lahan, sistem tanam,
pola pengairan dan pemupukan. Kita semua menyadari bahwa kesuksesan dalam
bertani dapat diliahat dari hasil panen yang dicapai bisa meningkat atau
melebihi batas minimal dari target yang direncanakan. Tanaman padi akan
menghasilkan perubahan produktivas yang signikan jika benar-benar produktif.
Jadi untuk memenuhi syarat produktif tersebut maka tanaman padi harus :
1. Jumlah anakan per bibit banyak
2. Setiap anakan mampu mengeluarkan malai
3. Malainya panjang dan
Jika keempat syarat tersebut terpenuhi maka saya yakin keberhasilan akan
kita dapatkan. Nah, untuk mencapai syarat produktif itulah maka SRI hadir dalam
dunia pertanian khususnya padi. Pertanyaanya, kenapa harus SRI ?
Ya, alasannya karena penerapan pola SRI ini berfokus pada 8 (delapan) hal pokok
antara lain :
1.
Penyemaian benih dilakukan secara intensif
Intensif disini bukan berarti membutuhkan
perhatian khusus dalam pelaksanaanya. Namun intensif yang saya maksud adalah menjauhkan
lokasi pembenihan dari sumber datangnya hama dan penyakit (lahan persawahan). Pembenihan yang dilakukan adalah dihalaman
rumah sehingga benih yang akan kita tanam benar-benar stiril/bebas dari hama dan
penyakit. Dengan benih yang sehat maka tingkat produktif dalam menghasilkan
jumlah anakan akan semakin besar.
Perlu diketahui pula bahwa pembuatan media
persemaian dibuat pada sebuah nampan atau besek. Jumlah media menyesuaikan dengan jumlah
kebutuhan.
2.
Pengolahan lahan secara sempurna
3.
Tanam pada saat benih berusia muda
Usia muda yang saya maksud yaitu benih
pada umur 7-10 hari setelah semai (HSS). Pada usia tersebut gabah yang tumbuh
menjadi tunas/bibit masih tersisa gabahnya (masih ada gabahnya saat benih
dicabut). Sisa gabah tersebut akan menjadi makanan sementara bagi benih sebelum
akarnya mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya. Sehingga benih yang baru
ditanam tidak mengalami
stress/stagnasi setelah proses pencabutan. Dengan menanam benih usia muda maka produktivitas anakannya akan semakin banyak dan produktif untuk mengeluarkan malai. Sedangkan pada pola konvensional benih baru dipindah tanam setelah berumur 20-25 HSS. Padahal sejak benih berusia + 20 HSS sudah mulai mengeluarkan 2-3 anakan. Hal ini akan sulit dicapai pada pola konvensional karena tempatnya berdesakan antara satu dengan yang lain. Selain itu akarnya pun saling berebut untuk menyerap nutrisi dari dalam tanah.
stress/stagnasi setelah proses pencabutan. Dengan menanam benih usia muda maka produktivitas anakannya akan semakin banyak dan produktif untuk mengeluarkan malai. Sedangkan pada pola konvensional benih baru dipindah tanam setelah berumur 20-25 HSS. Padahal sejak benih berusia + 20 HSS sudah mulai mengeluarkan 2-3 anakan. Hal ini akan sulit dicapai pada pola konvensional karena tempatnya berdesakan antara satu dengan yang lain. Selain itu akarnya pun saling berebut untuk menyerap nutrisi dari dalam tanah.
4. Menyegerakan proses penanaman ke lahan
Maksudnya adalah begitu benih dicabut dari
persemaian maka langsung ditanam ke lahan. Jadi tidak ada jeda yang lama antara
pencabutan dan penanaman.
Berbeda dengan cara konvensional yang
melakukan penanaman dengan jeda beberapa jam setelah pencabutan. Bahkan tak
jarang petani di daerah saya menanam keesokan harinya, ada pula yang baru
menanam 2 hari kemudian.
Selain itu proses pencabutan benih pun berbeda
antara pola SRI dan konvensional. Pada pola konvensional pencabutan dilakukan
dengan menarik dibagian batang/daun benih dan tak jarang akarnya putus karena
sudah terlalu dalam masuk ke tanah. Hal ini akan berdampak pada tingkat
pertumbuhan benih (masa vegetatif) dilahan. Sedangkan pada pola SRI pencabutan
dilakukan pada sisa gabah yang masih menyatu dengan benih dan pencabutannya pun
mudah sehingga tidak ada akar yang rusak.
5.
Benih yang ditanam hanya 1 (tunggal)
per rumpunnya
Persepsi sebagian besar petani kita adalah
dengan menanam banyak benih per rumpun maka jumlah anakan yang dihasilkan akan
semakin banyak. Padahal kenyataan yang ada jumlahnya sekitar 20-25 anakan.
Sedangkan dengan pola SRI ini jumlah anakan bisa mencapai 40 – 68 anakan per rumpunnya.
Data ini saya peroleh dari pengamatan dilapangan.
6.
Penanaman dangkal dengan jarak tanam lebar
Sedangkan pada pola konvensional, penanaman
dilakukan cukup dalam antara 5-7 cm. Dengan jumlah bibit 4-7 per rumpun akan
mengakibatkan terjadinya penyatuan akar yang pada akhirnya akan terjadi
kompetisi dalam penyerapan nutrisi dalam tanah. Jarak tanam pada pola
konvensional rata-rata petani masih memilih jarak 20x20 dengan asumsi semakin
banyak jumlah rumpun maka jumlah produksi akan semakin banyak. Padahal pada
kenyataanya banyak anakan yang tidak produktif, malai pendek dan gabahnya pun
banyak yang tidak bernas.
7.
Sistem pengairan berselang (buka-tutup).
Tanaman padi bukan merupakan jenis tanaman
air, tapi pada proses pertumbuhanya membutuhkan banyak air. Pada pola SRI sistem
pengairan benar-benar diatur sesuai dengan kebutuhan. Kapan saat padi butuh
air, kapan padi butuh dikeringkan dan lain sebagainya. Pada intinya pola SRI
tidak menganjurkan untuk selalu mengenangi lahan dengan ketinggian 2-3 cm.
Berdasarkan pengamatan, ternyata penggenangan lahan bisa mengakibatkan akar
busuk (warnanya tidak putih bersih) dan membuat kondisi tanah hampa udara. Ini
sangat merugikan karena mikroba tanah dan mikroorganisme lain yang
menguntungkan akan mati. Jadi kondisi macak-macak adalah yang terbaik untuk
tanaman padi. Sistem buka tutup yang saya maksud adalah lahan diairi pada waktu
pagi hari dan di keringkan sampai kondisi macak-macak pada sore harinya. Hal
ini juga bertujuan untuk menekan pertumbuhan rumput/tanaman pengganggu.
8.
Pemupukan semi organik
Pupuk yang digunakan pada SRI adalah 50 %
pupuk organik dan 50 % pupuk kimia. Ini merupakan dosis awal jika perlakuan SRI
baru pertama kali kita lakukan. Pemanfaatan jerami, kotoran ternak atau
vermikompos bisa menjadi pilihan pemenuhan kebutuhan pupuk organik tersebut.
Pengaplikasiaanya bersamaan dengan proses pengolahan lahan. Akan lebih baik
lagi jika jerami dan kotoran ternak tersebut di fermentasi atau dikomposkan
terlebih dahulu untuk meningkatkan kadar nutrisi atau unsur hara yang ada
didalamnya.
Jika penerapan SRI yang anda lakukan sudah sesuai dengan
8 (delapan) hal tersebut diatas maka saya yakin produksi gabah yang dihasilkan
akan meningkat. Berdasarkan data yang saya peroleh dari praktek maupun beberapa
petani lain yang juga melakukan pola SRI, produksinya mencapai 8-12 ton/hektar.
Namun data tersebut tidak bisa menjadi patokan karena tingkat kesuburan
tanah disetiap daerah berbeda dan pemilihan jenis bibit pun juga menjadi faktor
penentunya. Untuk hasil yang maksimal saya rekomendasikan untuk menggunakan
bibit Sertani 1. Klik DISINI untuk informasi lengkapnya.
Semoga posting kali ini bermanfaat bagi pembaca
yang sedang berpikir untuk beralih dari pola konvensional ke pola SRI dalam
usaha bercocok tanamnya. Sekali lagi
melakukan perubahan pola tanam bukan merupakan spekulasi namun merupakan
tuntutan untuk berani selangkah lebih maju dalam usaha pertanian. Sehingga
panen yang melimpahpun akan ada ditangan kita atas Ridho Yang Maha Kuasa.
AMIIIN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Terima kasih sudah membaca blog saya, silahkan tinggalkan komentar”